Selasa, 13 November 2012

They Are . . .


Di minggu pagi, gue lihat berita disalah satu stasiun televisi swasta yang meliput tentang anak bayi, balita yang nasib nya kurang beruntung. Dari situ gue langsung kepikiran sesuatu tentang mereka, hati gue langsung tersentuh melihat mereka, walaupun saat itu gue melihatnya tidak secara langsung, dan hanya melihat dari sebuah televisi. Apa yang ada dalam pikiran mereka para orang tua yang tega ngelakuin itu? Tega membuang darah daging mereka sendiri??? Tega membuang ANAK mereka sendiri?? Itu anak lho, bukan sampah, bukan benda layak buang!! Itu pemberian Tuhan!! Harusnya kita bersyukur saat Tuhan memberikan kita amanah berupa seorang anak, harusnya kita bahagia. Masih banyak diluar sana orang-orang yang mengharapkan Tuhan memberikan amanah itu kepada nya, masih banyak orang-orang diluar sana yang berharap mendapatkan seorang anak.
Tapi apa yang dilakuin mereka yang justru lebih dulu mendapatkan kesempatan mengemban amanah itu? Mereka justru menyia-nyiakannya. Mereka dengan perasaan tanpa dosa, dengan perasaan tanpa bersalah sedikit pun, dengan tangan ringan, perasaan yang mungkin udah MATI, dengan mudahnya, dengan gampangnya membuang, menelantarkan mereka. Dimana perasaan kalian para orang tua???? Dimana rasa iba kalian sama darah daging kalian sendiri??? Dimana?? Itu anak kalian lho, kalian sendiri yang berbuat!! Perlakuan kalian justru lebih hina dari binatang. Binatang pun masih bisa buat melindungi anak mereka, darah daging mereka.
Mereka, tanpa dosa, tanpa tau apa-apa dipaksa oleh keadaan harus menanggung beban kehidupan yang berat, sulit. Yang seharusnya di usia mereka yang masih sangat sangat belia, mereka merasakan kasih sayang dari orang tua kandung mereka, orang tua yang telah melahirkan mereka, tapi semua itu justru mereka dapat dari orang lain, dari orang yang berhati sangat baik mau mencurahkan kasih sayangnya untuk mereka yang bukan anak kandung nya sendiri.
Mereka, enggak ada bedanya dengan kita yang mungkin lebih beruntung karena tidak bernasib sama seperti mereka. Tapi bukan berarti kita pun lebih baik segalanya dari mereka. Mereka sama seperti kita, punya harapan dan cita-cita. Tuhan udah mengatur segalanya, bahkan bisa jadi mereka yang justru lebih baik dari kita, lebih menghargai kehidupan dari pada kita yang punya segalanya tapi justru malah menyia-nyiakan apa yang udah kita punya. Seharusnya keadaan mereka kita jadikan wadah untuk kita selalu bersyukur, menghargai kehidupan yang kita punya dengan.
Wajah-wajah mereka yang ceria, selalu penuh senyum yang membuat hati gue miris, membuat hati gue iba. Dibalik itu semua, tanpa mereka tau apa yang sebenarnya terjadi dengan hidup mereka. Wajah-wajah tanpa dosa itu hanya tau mereka terlahir ke dunia karena memang harapan dari orang tua mereka, tapi apa kenyataannya? Yang mereka tau, orang tuanya yang merawat, menyayangi, mengasihi mereka. Bukan, bukan orang tua kandung mereka, bukan!! :"(

Kamis, 08 November 2012

Because, We Are FAMILY =D


     Cerita ini berawal dari sebuah peristiwa saat gue pertama kali masuk kuliah, pertama kali menyandang gelar sebagai seorang “Mahasiswi”. Sebuah peristiwa yang mengharuskan gue harus bolak-balik ke bagian Akademik di Fakultas. Biasanya siswa baru masuk, entah itu SD, SMP, SMA, dan pastinya juga Universitas itu kan ada ya yang namanya pembagian kelas, ada list nama-nama untuk kelas ini kelas itu. Tapi itu enggak gue alamin saat pertama kali masuk kuliah, pertama kali menyandang status sebagai “Mahasiswi”!! Saat tanggal 20 September 2010 (2 tahun lalu) dengan perasaan senang karena akhirnya gue lulus SMA, karena akhirnya gue jadi “Mahasiswi”, dan juga dengan perasaan sedih karena jauh sama Bapak-Umi (saat itu bapak baru banget keluar dari rumah sakit) gue melangkahkan kaki gue menuju kampus, masuk kelas, kejar cita-cita. Sebelumnya yaa tau lah yaa, nyari nama gue, masuk kelas manakah gue?? Melototin list sana-sini, mulai dari kelas A-E, urut satu-satu, berharap terselip nama indah gue, tapi apa yang terjadi?? Enggak ada satu pun dari kelas-kelas itu tertulis nama gue, iya Fathiyah Romdhoni. Berkali-kali gue baca tuh list nama-nama, yakali gitu gue kelewat, tetap aja enggak ada nama gue, -___-

     Tapi untungnya, karena itu hari pertama masuk kuliah, jadi kita para mahasiswa-mahasiswi baru ikut kuliah umum di ruang teater lantai 6. Dan disitu orang yang pertama kali gue kenal adalah “Zaenatul Abadiyah” dan “Rahma Putri Islami”. Nasib gue sama si Putri sama, sama-sama enggak ada nama di setiap kelas, dengan baik hati, Zae menawarkan untuk masuk ke kelas A, kelas Zae. Dikelas A gue pun kenalan lah sama si “Ika Kartika” huahaha sing cocok abdi teh sama sia, huahahaha =D setelah beberapa hari gue urus absen dibagian akademik, finally, keputusan akhir, gue disuruh masuk kelas C! Saat itu pikiran gue adalah, “Gue harus kenalan lagi dong sama anak-anak dikelas C? Orang baru lagi dong?” hooaaahh, =( Orang yang pertama kali gue kenal di kelas C itu si Upi, hahaha iya Upi, disitu gue ngeliat Upi sebagai sosok yang sombong, jutek, ah nyebelin deh, L kemudian ada Wilda. Nah dia ini yang sampai sekarang malah jadi sahabat gue, =D hihihi. .

     Akhirnya, seiring berjalannya waktu, gue pun mulai bisa beradaptasi sama keadaan kelas C, mulai kenal mereka, mulai akrab sama mereka, tapi jujur di tahun-tahun pertama gue masih suka canggung sama keadaan kelas, sama mereka pun enggak jarang gue masih suka ngerasa canggung. Okeh, skip! Hingga akhirnya, saat di semester 4 lah mulai keakraban, kekompakan, kekeluargaan mulai terjalin, mulai gue rasain, dan gue mulai enjoy dengan mereka, mulai comfort dengan mereka. Gue pun mulai ikut liburan bareng sama mereka. Tapi justru kekompakan, keakraban, kekeluargaan yang gue rasain itu terjadi saat semester 5 ini.

     Hal-hal yang buat gue kangen sama PS C itu sifat jahil mereka, semakin hari kejahilan mereka semakin menjadi-jadi. Mulai dari ngumpetin tas, sepatu, binder, atau benda-benda lain lah, bajak-bajak status BBM, Twitter, Facebook, ngirim photo-photo mereka yang ngebuat kita ngakak tanpa sepengetahuan orangnya, dan sifat GILA lainnya. Ada aja hal yang dijadiin trending topic anak-anak kelas, panggilan-panggilan “aneh” yang buat ngakak pula. Gue, dipanggil “Dorce” dan Zilah “Cilok”, Utin “Oti” sama Linda. Syifa Nisfiyani dengan panggilan akrabnya “Sipeng”, Apip “Ncess”, Robi “Oe, Obe”, Nadi “H.Sulam”, Eki “Kodok”, Fajri “Bagoy”, Aisyah “Wahoi”, bahahahaha B-) bahkan yang baru-baru ini, Utin “Ashanty Takarini”, Aisyah “Siti Aurel”, Sipeng “Syahripeng”, dan Nadi “Nadi Azriel Rizaldi” huaahahahahaha ngakak abis lah ini, =))

     Itu belum seberapa, untuk masalah bajak pembajakan, enggak boleh ada handphone nganggur. Liat ada handphone nganggur, langsung tuh tangan-tangan jahil bergerak. Bahkan sampai ada yang nanya serius tentang status bajakan, *EEh huahahaha agak gimana gitu yaa?? =D saat ada masalah kemari, kita selesain bareng-bareng, sama-sama cari solusi yang terbaik, :D *salut-terharu* itu mungkin ya puncak kekompakan PSC, :”) bahkan sampai soal UTS – UAS pun bisa kita ketahui, huahahaha

     Dari mulai gue yang canggung, bête, enggak betah sama keadaan PSC, bahkan sekarang kata-kata itu berubah menjadi “Enjoy” – “Comfort” – “Bangga” jadi bagian PSC. Semua yang kita lakuin, kegilaan, kejahilan yang kita lakuin, itu semua karena kita satu, karena kita SAHABAT, karena kita KELUARGA. Iya, karena kita KELUARGA, Because, We Are Family, =D <3

Rabu, 07 November 2012

Pagi


     Diantara potongan 24 jam sehari, bagiku pagi adalah waktu yang paling indah. Ketika janji-janji baru muncul seiring embun menggelayut di ujung dedaunan. Ketika harapan-harapan baru merekah bersama kabut yang mengambang di persawahan hingga jauh di kaki gunung. Pagi, berarti satu hari yang melelahkan telah terlampau lagi. Pagi, berarti satu malam dengan mimpi-mimpi yang menyesakkan terlewati lagi. Malam-malam panjang, gerakan tubuh resah, kerinduan, dan helaan nafas tertahan.

   Bagi orang-orang yang selalu bersyukur, rutinitas seperti pagi yang datang setiap hari adalah salah-satu anugerah terbaik yang membuanya berterima-kasih.

     Bagi orang-orang yang selalu mengeluh, rutinitas seperti pagi yang tiba setiap hari adalah seolah siksaan, hukuman di atas dunia, maka dia selalu mengeluh apa saja, rusak setiap pagi miliknya.

     Bagi orang-orang yang tidak peduli, maka rutinitas seperti pagi hari untuk yang kesekian kali ini juga tidak peduli pada orang2 tersebut. Tetap akan datang.

post: Tere Liye - Sunset Bersama Rossie

Sebuah Keprihatinan

“A, punya lagu Smash yang I Heart You enggak?” Ninis (Sepupuh gue)
“Enggak salah dengar gue?” piker gue saat itu.
“Smash? I Heart You? Apaan tuh? Lagu?” Tanya gue seketika
“Iiihh Aa mah enggak gaul, iya itu lagu boyband.”
“Dih? Eh, anak kecil enggak boleh dengerin lagu-lagu kaya gitu!!”
“Enak tau a lagu nya. Punya enggak?”
“Enggak punya. Emang kamu ngerti de apa artinya I Heart You?”
Reaksi sepupuh gue saat itu hanya TERSENYUM, ya tersenyum. Hufft apa pula ini maksudnya?? -__-
“Anak kecil itu lagu nya ya lagu anak kecil. Jangan lagu orang dewasa kamu dengerin!”
“Biarin, wooo” :p
Gue? “No Respon” -___-
     Saat percakapan itu terjadi, sepupuh gue baru kelas 5-6 SD. Coba bayangin, anak kelas 5-6 SD!! Masih kecil banget, istilahnya belum cukup umur, belum baligh!! Tapi apa yang terjadi?? Dewasa sebelum waktunya! Itu hanya contoh kecil dari apa yang sebenarnya terjadi di zaman sekarang, bahkan ada yang lebih parah dari itu. Anak-anak zaman sekarang nih, padahal usia mereka masih sangat belia, tapi mereka udah kenal tuh yang namanya pacar-pacaran, cinta-cintaan. Bahkan nih yaa kalau diperhatiin, justru lebih parahan mereka dari pada orang dewasa yang sebenarnya. Aiiihhh zaman apa pula ini???    -_____-  
     Dulu nih ya, disaat gue masih anak-anak, masih kecil, gue enggak pernah tuh nanya-nanya kaya gitu sama mereka yang udah dewasa. Jangankan nanya, ngerti pun enggak gue sama hal-hal kaya gitu. Dulu itu, yang ada dalam pikiran gue sama anak-anak yang lain hanya “Main-Main-Main-Main”. Enggak ada tuh pikiran buat pacar-pacaran, cinta-cintaan, atau apalah itu yang kelakuan orang dewasa. Kita juga enggak kenal tuh sama lagu-lagu orang dewasa yang katanya mah lebih banyak “Galau” nya (Eh dulu itu Galau udah ada belum ya?), malah nih yaa, kita lebih senang nyanyiin lagu “Bintang Kecil”, “Ambilkan Bulan Bu”, “Balonku Ada Lima”, “Bintang Kejora”, lagu-lagu nya Trio Kwek-Kwek, Chikita Meidy, “Anak Gembala”, banyak deh, pokoknya tuh yang lagu anak-anak. Terus juga dulu itu kita nih ya pada main “Galaxing”, “Petak Umpet”, “Bola Gebok”, “Teprak”, “Karet”, “Sirihku Sirih Kuning”, “Do Mi Ka Do”, dan masih banyak lagi. Nah kalau anak sekarang, apa mereka kenal permainan seperti itu? ENGGAK!!! Permainan mereka lebih modern, bahkan untuk anak yang istilah nya “baru lahir kemarin” aja permainannya udah I-Pad, Tab, Blackberry, ah apalah itu macam-macam gadget zaman sekarang. Jangankan main gadget itu, tau juga enggak dulu gue, -_____- (Belum ada mungkin tepatnya).
     Jujur, prihatin banget gue sama kondisi anak-anak zaman sekarang. Mereka seakan kehilangan, eh bukan seakan lagi, tapi sudah kehilangan masa kekanak-kanakan mereka. Mereka kehilangan masa-masa paling bahagia dalam kehidupan mereka. Mereka dipaksa menjadi anak dewasa sebelum tiba waktu nya. Mereka di paksa mengenal apa yang seharusnya, sepatutnya tidak mereka kenal. Di usia mereka yang masih belia, yang seharusnya mereka bisa belajar ini itu, mengasah rasa keingintahuan mereka akan ilmu-ilmu pengetahuan, tapi mereka harus merelakan masa-masa itu hilang dalam kehidupan mereka hanya karena sebuah kondisi zaman yang GILA!! Mereka lebih senang dengan hal-hal yang berkaitan dengan dunia orang dewasa daripada hal-hal yang berkaitan dengan dunia mereka sendiri.
     Zaman sudah berubah jauh, sangat jauh. Anak-anak yang sejatinya hanya anak-anak kini telah berubah, terlebih akan sebuah pola pikir serta kelakuan mereka. Majunya perkembangan teknologi, perkembangan zaman, harus mereka bayar dengan hilangnya masa anak-anak mereka, masa-masa terindah dalam kehidupan, masa-masa paling bahagia dalam hidup. Sungguh ironi semua kenyataan ini.
     Namun, tidak sepenuhnya kita menyalahkan perkembangan-perkembangan yang terjadi  saat ini. kita lah yang seharusnya sadar akan hal itu. Kita lah yang seharusnya merubah kehidupan mereka, merubah pola pikir mereka. Kita lah yang seharusnya peduli kepada mereka, mengembalikan masa anak-anak mereka, kita lah yang seharusnya peduli dengan perubahan itu, kita lah yang seharusnya bergerak. Mengembalikan perkembangan mereka sesuai dengan perkembangan anak-anak seharusnya.